Kota Magelang, yang dikenal sebagai Kota Sejuta Bunga, tahun ini menjadi tuan rumah Pesta Literasi Indonesia 2025. Dengan udara pegunungan yang sejuk, candi-candi bersejarah, dan tradisi Jawa yang masih hidup, Magelang menghadirkan ruang yang teduh bagi ide dan perjumpaan. Mengusung tema "Cerita Khatulistiwa", Pesta Literasi Indonesia 2025 mengajak publik merayakan kisah-kisah dari lereng Merapi dan Merbabu serta mendengarkan pengalaman yang membentuk wajah Indonesia hari ini.
Bekerja sama dengan komunitas Sundayreads Club, acara ini akan diselenggarakan pada Minggu, 14 September 2025, di Museum BPK RI, Kota Magelang. Ada dua kegiatan utama yang akan memperkaya pengalaman kita.
Kelas Membatik Bersama Go4Tour
Rangkaian acara dibuka dengan Kelas Membatik Bersama Go4Tour pada pukul 10.00–12.00 WIB.
Dipandu oleh Deni Rahayuningsih dari Sanggar Batik Setumbu, kelas ini mengajak peserta menyelami filosofi dan teknik membatik sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia. Dengan biaya partisipasi Rp50.000, peserta tidak hanya belajar tentang motif dan teknik pewarnaan, tetapi juga menjadikan batik sebagai medium ekspresi diri dan identitas.
Membatik lebih dari sekadar menggambar di atas kain; ini adalah cara untuk merangkai cerita dan melestarikan warisan budaya. Dengan mengikuti kelas ini, peserta akan merasakan langsung proses kreatif yang telah diwariskan turun-temurun, sambil menciptakan karya batik mereka sendiri.
Daftar acara ini di bit.ly/PESLITMGLG_Membatik
Gugusan Karya Perempuan Indonesia: Menggali Suara yang Berani
Poster resmi diskusi panel Pesta Literasi Indonesia 2025 di Magelang.
Setelah sesi membatik, Pesta Literasi akan dilanjutkan dengan diskusi panel inspiratif bertajuk "Gugusan Karya Perempuan Indonesia" pada pukul 13.00–16.00 WIB. Diskusi ini akan mengupas tuntas bagaimana karya perempuan menjadi jejak penting dalam dunia literasi. Diskusi ini akan menelusuri bagaimana karya perempuan menjadi jejak penting dalam sejarah, lahir dari pengalaman, keberanian, dan pandangan hidup yang unik. Para narasumber akan berbagi cerita tentang proses kreatif, tantangan yang dihadapi, dan bagaimana karya mereka telah membentuk cara kita membaca dan memahami dunia.
Diskusi ini akan menghadirkan tiga perempuan inspiratif:
- Okky Madasari, sastrawan dan sosiolog yang karyanya kritis mengupas isu-isu sosial.
- Puty Puar, ilustrator, kreator konten, dan pendiri komunitas literasi Buibu Baca Buku.
- Galuh Larasati, penulis kelahiran Borobudur yang aktif menggerakkan literasi di desanya.
Diskusi ini akan dipandu oleh Chairumi Tyas Satiti, seorang pencinta buku dan pegiat literasi.
Daftar acara ini di bit.ly/PESLITMGLG_GusKarPerempuan
Profil Narasumber
Okky Madasari
Okky Madasari adalah seorang sastrawan dan sosiolog. Karya-karya fiksinya adalah Entrok (2010), 86 (2011), Maryam (2012), Pasung Jiwa (2013), Kerumunan Terakhir (2015), Yang Bertahan dan Binasa Perlahan (2016), dan empat novel Mata yang ditujukan untuk pembaca muda: Mata di Tanah Melus (2018), Mata dan Rahasia Pulau Gapi (2018), Mata dan Manusia Laut (2019), serta Mata dan Nyala Api Purba (2021). Dikenal sebagai sastrawan yang secara kritis memotret isu-isu sosial melalui karya-karyanya, Okky meraih berbagai penghargaan dari dalam dan luar negeri. Karya-karyanya telah diterjemahkan ke bahasa Inggris, bahasa Jerman, bahasa Arab, dan bahasa Melayu. Di bidang akademis, Okky meraih Ph.D. dari National University of Singapore dengan fokus riset pada bidang produksi pengetahuan. Memadukan antara sastra dan ilmu sosial, Okky percaya pada pendekatan multidisiplin dalam berkarya, baik dalam karya fiksi maupun karya ilmiah.
Puty Puar
Puty Puar adalah seorang ibu, ilustrator, content creator, dan penulis buku. Sejak 2018, Puty mengelola Buibu Baca Buku, komunitas yang bertujuan memberdayakan perempuan Indonesia, khususnya ibu-ibu, melalui literasi. Saat ini, Puty sedang menempuh studi di bidang pembangunan berkelanjutan.
Galuh Larasati
Galuh Larasati adalah penulis kelahiran Borobudur, Magelang, yang memiliki latar belakang di bidang perhotelan dan pariwisata. Novel pertamanya, Nawung, Putri Malu dari Jawa, terpilih sebagai Best Book 2013 oleh “Ma Petite Bibliotheque” Made Melani dan sudah diterjemahkan ke bahasa Inggris, serta dipamerkan di Frankfurt Book Fair pada 2015. Ia juga menulis dua buku lain, yaitu Melati dan El. Saat ini, Atik menjadi pegiat literasi di desa tempat kelahirannya lewat komunitas Baca di Borobudur. Bersama Yayasan I Care Nusantara, Atik mendirikan Sekolah Sepulang Sekolah yang mengangkat tema sekolah pasar dan konsep pembelajaran 'sinau seneng-seneng'.
Chairumi Tyas Satiti
Chairumi Tyas Satiti yang biasa dipanggil Chaty adalah seorang ibu serta pencinta buku, puisi dan fiksi. Kalau sedang tidak membaca, ia biasanya berolahraga, menjadi freelancer, mengeksplor sekitar, atau melakukan journaling. Ia suka mengajak orang dan membuat konten tentang membaca yang menyenangkan di media sosial dan blog. Ia percaya membaca dan merefleksikan bacaan yang beragam akan memperkaya ilmu dan perspektif kita. Chaty bisa ditemui secara maya di @heychaty.
Dari sehelai kain batik hingga lembaran buku, setiap karya menyimpan ingatan, harapan, dan keberanian untuk bersuara. Pesta Literasi Indonesia 2025 di Magelang menjadi ruang perjumpaan di mana tradisi, ide, dan kisah perempuan bertemu untuk merangkai masa depan bersama.
Catat tanggalnya, ajak temanmu, dan mari berpesta literasi bersama di Kota Magelang!