Industri penulisan dan penerbitan di Indonesia semakin hari makin menunjukkan geliat yang membanggakan. Tak hanya sukses memikat para pembaca baru, karya-karya tulisan lokal juga berhasil mencuri perhatian dunia perfilman dan televisi. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyak novel, cerpen, hingga memoar karya anak bangsa yang diangkat ke layar lebar maupun serial TV—menandakan bahwa cerita-cerita dari Indonesia punya daya tarik kuat untuk dinikmati dalam format visual.
Adaptasi ke layar bukan hanya soal menyalin cerita dari buku ke film. Lebih dari itu, proses ini membuka ruang baru untuk menafsirkan ulang kisah, membangun suasana berbeda, dan menyuguhkan pengalaman yang lebih kaya bagi penonton. Tak sedikit pula dari adaptasi ini yang sukses secara komersial maupun kritikal, bahkan mendapat apresiasi hingga ke kancah internasional.
Dalam artikel ini, MinCy akan memberikan rekomendasi sepuluh buku karya penulis Indonesia yang sukses diadaptasi menembus layar dan menjadi tontonan menarik.
- Komik Si Juki - karya Faza Meonk
Si Juki merupakan karakter komik karya Faza Meonk yang dikenal dengan kepribadian nya yang anti mainstream kocak, cuek, dan penuh keberuntungan. Melalui humor segar dan sarkasme ringan, komik ini menyampaikan kritik social yang dekat dengan kehidupan anak muda. Kepopuleran Juki yang terus meningkat membuatnya berkembang dari karakter komik menjadi karakter hidup yang ditayangkan pada layar lebar.
Kesuksesan karakter ini membawa Juki ke layar lebar melalui film animasi “Si Juki The Movie: Panitia Hari Akhir” pada Desember 2018. Film ini mengisahkan Juki, selebriti yang harus menyelamatkan Indonesia dari ancaman meteor raksasa. Melanjutkan kesuksesannya, pada 2024 Faza Meonk kembali menghadirkan “Si Juki The Movie: Harta Pulau Monyet”, yang menampilkan petualangan Juki bersama Profesor Juned, Babeh, dan Emak dalam mencari harta karun peninggalan leluhur. Di pulau misterius, mereka menghadapi berbagai rintangan seperti bajak laut, monster, hingga kutukan berbahaya.
2. Novel Home Sweet Loan - karya Almira Bastari
Novel bertema keluarga ini menjadi salah satu karya yang sukses besar saat diadaptasi ke layar lebar. Grameds mungkin masih ingat tren di TikTok dengan kalimat “Kaluna gaji UMR tapi punya tabungan 300 juta, kita gabisa begitu karna tiap hari harus ngopi dan nongkrong” — yang menjadi viral berkat film ini, menandakan kuatnya resonansi cerita di tengah masyarakat.
Diangkat dari novel berjudul “Home Sweet Loan”, film ini bercerita tentang anak bungsu dalam keluarga yang bercita-cita memiliki rumah sendiri. Dengan alur yang relevan dan dekat dengan realita sosial masyarakat Indonesia, kisah ini menyentuh banyak penonton. Film ini membuka mata bahwa tak sedikit orang yang terjebak dalam keluarga yang tidak suportif, dan malah menggantungkan hidup pada satu anggota keluarga, hingga membuatnya kelelahan secara emosional dan finansial.
Tak hanya mengangkat isu keluarga yang kompleks, novel dan buku ini juga menyoroti eratnya persahabatan Kaluna dengan tiga sahabat setianya yang selalu memberi dukungan. Di sisi lain, kisah romansa Kaluna pun menjadi bagian menarik yang bisa dinikmati penonton—mulai dari pengalaman menjalani hubungan yang tidak sehat, hingga perjalanannya membangun cinta dari awal dan akhirnya menemukan kebahagiaan dalam pernikahan.
3. Bumi Manusia - karya Pramoedya Ananta Toer
Grameds tentu tak asing dengan Trilogi legendaris karya Pramoedya Ananta Toer, salah satunya “Bumi Manusia”. Novel ini bercerita tentang Minke, tokoh utama berdarah priyayi yang berjuang keras untuk keluar dari belenggu tradisi feodal Jawa. Di saat bersamaan, ia juga mengalami pergolakan batin akibat pengaruh budaya Eropa yang menjadi simbol kemajuan dan peradaban, dalam usahanya meraih kebebasan dan kemandirian.
Pada Agustus 2019, “Bumi Manusia” diangkat ke layar lebar dan langsung mencuri perhatian publik. Selama dua minggu berturut-turut, film ini menjadi pemuncak box office dengan total penonton mencapai 1.316.583 orang. Film ini mendapat sambutan hangat dari masyarakat dan tokoh politik, meskipun ulasan dari para kritikus beragam. “Bumi Manusia” juga meraih dua belas nominasi di Festival Film Indonesia 2019 dan direncanakan sebagai bagian pertama dari trilogi film adaptasi.
4. Komik Gundala - karya Harya Suraminata
“Gundala” adalah karakter komik legendaris Indonesia yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1969 oleh Harya Suraminata, atau lebih dikenal dengan Hasmi. Terinspirasi dari tokoh legenda Jawa, Ki Ageng Selo—yang dipercaya mampu menangkap petir dengan tangan kosong—Hasmi menciptakan Gundala sebagai pahlawan super lokal dengan kekuatan petir, yang namanya berasal dari kata Jawa "Gundolo" yang berarti petir.
Sebagai salah satu ikon dalam dunia komik Indonesia, Gundala berdiri sejajar dengan tokoh-tokoh legendaris lainnya seperti Si Buta dari Gua Hantu, Godam, Aquanus, Mandala, Sri Asih, dan Maza. Popularitasnya yang tinggi serta kekayaan unsur kearifan lokal membuat sutradara dan produser ternama Hanung Bramantyo tertarik untuk mengadaptasinya ke layar lebar.
Dirilis pada September 2019, film “Gundala” langsung mencuri perhatian publik dan berhasil meraih 1,3 juta penonton hanya dalam waktu tujuh hari, menjadikannya film terlaris pada periode tersebut. Kesuksesan ini memunculkan harapan baru bagi industri perfilman Indonesia agar semakin sering mengangkat cerita, tradisi, dan nuansa lokal, baik dalam format film drama maupun animasi.
5. Gadis Kretek - karya Ratih Kumala
Menghadirkan alur cerita yang kuat dan penuh nuansa sejarah, "Gadis Kretek" sukses menduduki posisi Top 1 Serial Mingguan di Netflix. Diadaptasi dari novel populer karya Ratih Kumala, serial ini tidak hanya menyuguhkan kisah cinta dan pencarian jati diri para tokohnya, tetapi juga membawa penonton menelusuri perkembangan industri kretek di Indonesia—sebuah warisan budaya yang kaya akan nilai sejarah dan aroma khas tembakau.
Dengan latar tempat di Kota M, Kudus, dan Jakarta, serta rentang waktu dari era kolonial Belanda hingga masa kemerdekaan, serial ini mampu menghidupkan suasana era 1960-an dengan detail yang memikat. Keberhasilannya tidak lepas dari penyutradaraan yang cermat, sinematografi yang memukau, serta akting para pemain yang kuat. “Gadis Kretek” bukan sekadar drama romantis, tapi juga sebuah karya visual yang menyatukan sejarah, budaya, dan perasaan dalam satu kemasan yang autentik dan mengena.
Tak hanya alur ceritanya yang memikat, gaya busana Jeng Yah—tokoh utama dalam “Gadis Kretek”—juga berhasil mencuri perhatian publik. Kebaya khas Jawa era 1960-an yang dikenakannya menjadi sorotan dan viral di media sosial, menginspirasi banyak perempuan untuk mencari dan mengenakan kebaya dengan model serupa. Fenomena ini menunjukkan bagaimana sebuah film mampu menghadirkan berbagai elemen yang tak hanya mendukung cerita, tetapi juga berpotensi memengaruhi tren dan budaya populer di masyarakat.
6. Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini - karya Marchella FP
Mengangkat tema keluarga yang hangat namun sarat konflik emosional, "Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini" (NKCTHI) menjadi salah satu novel yang paling banyak menyentuh hati pembacanya. Karya Marchella FP ini tidak hanya berisi potongan cerita harian, tapi juga refleksi tentang luka masa lalu, hubungan orangtua dan anak, serta perjalanan untuk berdamai dengan diri sendiri. Dibalut dengan kalimat-kalimat puitis dan jujur, *NKCTHI* berhasil membangun kedekatan emosional yang kuat dengan generasi muda Indonesia, hingga akhirnya diadaptasi menjadi film layar lebar yang tak kalah menggugah.
Film "Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini" yang dirilis pada 2020 sukses membawa nuansa novel ke dalam visual yang menyentuh dan penuh makna. Disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko, film ini mengisahkan kehidupan keluarga Narendra yang terlihat harmonis di luar, namun menyimpan luka dan rahasia di baliknya.
Tak hanya kisahnya yang menyentuh, "NKCTHI" juga berhasil membentuk budaya populer tersendiri di kalangan anak muda. Kutipan-kutipan dari novel dan filmnya banyak digunakan di media sosial sebagai ungkapan perasaan yang sulit diucapkan. Bahkan gaya visual dan tone warna dalam film ini menjadi inspirasi banyak konten kreatif di platform seperti Instagram dan TikTok. Hal ini membuktikan bahwa "NKCTHI" bukan hanya sekadar karya sastra atau film drama keluarga, tetapi juga fenomena budaya yang berhasil menggerakkan emosi dan membentuk tren di masyarakat urban Indonesia.
7. Dilan 1990 - karya Pidi Baiq
Mengusung kisah cinta remaja dengan latar era 90-an, "Dilan 1990" karya Pidi Baiq sukses mencuri hati pembaca dari berbagai generasi. Perjalanan cinta Dilan—remaja unik, cuek, dan penuh kejutan—dengan Milea, siswi pindahan yang cerdas dan kalem, novel ini mengajak pembaca untuk larut dalam nostalgia masa SMA yang manis, sederhana, sekaligus penuh emosi. Kesuksesan novel ini menjadikannya salah satu karya paling ikonik dalam literatur pop Indonesia.
Adaptasi filmnya yang dirilis pada 2018 pun menuai kesuksesan besar. Disutradarai oleh Fajar Bustomi dan diproduseri oleh Falcon Pictures, "Dilan 1990" menghadirkan suasana Bandung era 90-an dengan sangat autentik. Chemistry antara Iqbaal Ramadhan sebagai Dilan dan Vanesha Prescilla sebagai Milea menjadi salah satu kekuatan utama film ini. Film ini menyuguhkan romansa yang tidak klise namun mengena di hati dan berhasil mencapai jutaan penonton hanya dalam hitungan minggu.
Tak hanya dari segi cerita, gaya berpakaian khas anak SMA tahun 90-an, jaket jeans Dilan, sepeda motor tua, hingga quotes film yang viral di media sosial menjadi tren tersendiri di kalangan anak muda. Banyak orang bahkan mulai mengekspresikan cinta mereka dengan cara “ala Dilan”, yang puitis namun jenaka. Fenomena ini menunjukkan bagaimana kekuatan cerita dan karakter yang autentik dapat menjangkau hati penonton sekaligus menciptakan pengaruh besar dalam tren dan gaya hidup masyarakat Indonesia.
8. Laskar Pelangi - karya Andrea Hirata
Apakah kalian masih ingat karya masterpiece ini? Mengangkat kisah nyata yang inspiratif dari pelosok Belitung, "Laskar Pelangi" karya Andrea Hirata berhasil menggugah hati pembaca lewat narasi yang penuh harapan, kepolosan, dan semangat perjuangan. Novel ini bercerita tentang sepuluh anak dari keluarga miskin yang bersekolah di SD Muhammadiyah Gantong, mereka tumbuh menjadi anak-anak penuh cita-cita, pantang menyerah meski dibatasi oleh kemiskinan dan ketimpangan sosial. "Laskar Pelangi" bukan hanya tentang pendidikan, tapi juga tentang mimpi, persahabatan, dan keberanian untuk menantang batas.
Kesuksesan novelnya yang fenomenal melahirkan adaptasi film layar lebar yang dirilis pada 2008 dan langsung menjadi magnet perhatian publik. Disutradarai oleh Riri Riza dan diproduseri oleh Mira Lesmana, film "Laskar Pelangi" tidak hanya berhasil memvisualisasikan keindahan alam Belitung yang eksotis, tetapi juga menghidupkan kembali semangat anak-anak Laskar Pelangi yang polos dan penuh gairah. Film ini meraih lebih dari 4,5 juta penonton, menjadikannya salah satu film Indonesia terlaris sepanjang masa.
Lebih dari sekadar kisah, "Laskar Pelangi" membawa dampak budaya yang besar. Lagu soundtrack-nya yang ikonik, busana sederhana anak-anak kampung, hingga kutipan-kutipan inspiratif dari para tokohnya menjadi viral dan membekas di ingatan banyak orang. Bahkan, tempat shooting film tersebut sekarang dijadikan sebagai objek wisata Laskar Pelangi. Karya ini membuktikan bahwa cerita yang jujur dan membumi dapat menyentuh jutaan hati dan meninggalkan warisan budaya yang tak lekang oleh waktu.
9. Imperfect - karya Meira Anastasia
Diadaptasi dari buku Imperfect: A Journey to Self-Acceptance karya Meira Anastasia, film Imperfect: Karier, Cinta & Timbangan menyuguhkan kisah yang relevan dan menyentuh hati tentang perjuangan menerima diri di tengah standar kecantikan yang kerap menekan. Film ini mengikuti perjalanan Rara, seorang perempuan bertubuh besar yang bekerja di industri kecantikan dan kerap merasa tidak cukup cantik, tidak cukup layak, dan tidak cukup diterima. Dengan segala tekanan dari lingkungan kerja, keluarga, hingga media sosial, Rara harus belajar untuk mencintai tubuh dan dirinya sendiri—apa adanya.
Disutradarai oleh Ernest Prakasa dan tayang perdana pada akhir 2019, Imperfect menjadi salah satu film yang paling banyak diperbincangkan karena keberhasilannya memotret isu body shaming dan ketimpangan standar kecantikan dengan sangat jujur dan mengena. Film ini memicu diskusi luas di kalangan perempuan tentang penerimaan diri, tekanan sosial, dan pentingnya kepercayaan diri. Tak hanya alurnya yang membekas, gaya penampilan Rara dan karakter-karakter lainnya juga menjadi perbincangan hangat di media sosial, membuktikan bahwa film ini memiliki daya tarik visual sekaligus pesan yang relevan secara kultural.
Imperfect bukan hanya kisah Rara, tapi kisah banyak orang yang pernah merasa tidak cukup karena ukuran tubuh, warna kulit, atau ekspresi diri. Film ini menjadi pengingat bahwa kesempurnaan bukanlah tujuan, tetapi keberanian untuk mencintai diri sendirilah yang sejatinya memerdekakan.
10. 5CM - karya Donny Dhirgantoro
Dengan alur cerita yang memadukan semangat persahabatan, petualangan, dan mimpi, "5 cm" menjadi salah satu film Indonesia yang paling inspiratif dan menggugah semangat generasi muda. Diadaptasi dari novel laris karya Donny Dhirgantoro, film ini mengisahkan tentang lima sahabat yang memutuskan untuk rehat dari rutinitas bersama, lalu bertemu kembali dengan tekad menaklukkan puncak tertinggi di Pulau Jawa—Mahameru. Lewat perjalanan fisik yang berat dan penuh tantangan, mereka juga menjalani perjalanan emosional yang memperkuat rasa persahabatan, cinta tanah air, dan keyakinan terhadap mimpi-mimpi mereka.
Disuguhkan dengan sinematografi yang memukau dan panorama alam yang luar biasa, "5 cm" bukan hanya menghadirkan kisah yang menginspirasi, tetapi juga visual yang membangkitkan rasa kagum terhadap keindahan Indonesia. Dialog penuh motivasi dan narasi yang menyentuh berhasil menyulut semangat penonton untuk tidak takut bermimpi dan terus melangkah meski harus melewati banyak rintangan. Film ini pun menjadi simbol bahwa dengan keyakinan, semangat, dan kebersamaan, segala hal yang tampak jauh bisa digapai—asal kita menaruh mimpi itu lima sentimeter di depan kening, agar terus terlihat dan diperjuangkan.
Itulah sepuluh judul buku yang membuktikan bahwa buku karya-karya Indonesia memiliki potensi besar untuk menjangkau audiens yang lebih luas melalui medium visual. Adaptasi ke layar tidak hanya memberi napas baru pada cerita-cerita tersebut, tetapi juga menjadi pintu masuk yang menyenangkan bagi generasi baru untuk mengenal dan mencintai literatur Indonesia.
Menariknya, sebagian besar dari buku-buku ini masih tersedia dan dapat dimiliki dengan mudah. Kamu bisa menemukannya di toko buku Gramedia terdekat atau membelinya secara online melalui Gramedia.com. Dengan memiliki bukunya, kamu bisa menikmati versi lengkap kisah yang mungkin tak seluruhnya ditampilkan dalam film atau serialnya—plus, sensasi menyelami isi pikiran tokoh secara langsung dari penulisnya tentu punya daya tarik tersendiri.
Jadi, karya mana yang jadi favoritmu? Atau adakah buku lain yang kamu harap segera diangkat ke layar? Apa pun pilihanmu, satu hal yang pasti: membaca bukunya dan menonton adaptasinya adalah cara seru untuk merayakan kekayaan cerita dari negeri sendiri.